Setiap pasangan yang sudah menikah pasti mengharapkan seorang anak. Seorang wanita yang sudah menikah akan sangat bahagia jika dinyatakan hamil. Ibrahim dan Nur (2002) menyebutkan bahwa proses kehamilan merupakan penantian yang paling membahagiakan. Saat hamil, sang ibu akan melakukan segala upaya untuk menjaga janin yang dikandungnya agar tetap sehat, baik di dalam kandungan maupun ketika lahir nantinya.
Anak merupakan sebuah anugerah dalam sebuah keluarga. Lahir dengan sempurna, sehat jasmani dan rohani adalah keinginan setiap orang tua yang sedang menanti anaknya lahir ke dunia. Faktanya, tidak semua anak lahir dalam keadaan sehat, sempurna, dan normal. Beberapa anak lahir dengan memiliki keterbatasan secara fisik maupun psikis. Sebenarnya, keterbatasaan ini biasanya sudah diprediksi ketika anak masih berada dalam kandungan.
Anak-anak dengan keterbatasan ini disebut juga dengan anak yang berkebutuhan khusus. Menurut Somantri (2007) retardasi mental / tuna grahita ialah anak berkebutuhan khusus yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan tingkat kelainan ringan, berat, dan sangat berat dengan IQ yaitu 70-25. Salah satu tuna grahita adalah down syndrome. Kelainan ini pertama kali dikenalkan pada tahun 1866 oleh Dr. John Langdon Down.
Apa itu Down syndrome?
Dalam penelitiannya, Rohmadheny (2014) menemukan fakta bahwa 5 anak yang mengalami hambatan, salah satunya merupakan perempuan yang mengalami down syndrome. Sindrom down atau down syndrome merupakan suatu kelainan genetik yang disebabkan oleh pembelahan sel yang disebut dengan “nondisjunction” dimana embrio yang biasanya menghasilkan dua salinan kromosom 21, sedangkan pada penyandang down syndrome hanya menghasilakan 3 salinan kromosom 21 yang menyebabkan anak tersebut memiliki 47 kromosom bukannya 47 kromosom seperti pada umumnya.
Lazimnya penyandang down syndrome mempunyai tingkat kecerdasaan yang sangat rendah, dan juga kelainan fisik yang menjadi ciri khasnya. Kondisi down syndrome merupakan kondisi seumur hidup, namun denan penanganan yang tepat penderita bisa hidup dengan sehat dan beraktifitas layaknya anak normal lainnya.
Menurut Kosasih(2012:79) mengemukakan bahwa down syndrome ialah kondisi keterbelakangan fisik dan juga mental pada anak yang disebabkan oleh adanya kondisi abrnormal pada kromosom anak. World Health Organization (WHO) menaksir bahwa terdapat 1 bayi yang memiliki down syndrome diantara 1.000 bayi yang dilahirkan di seluruh dunia. Setiap tahun ada sekitar 3000 hingga 5000 bayi yang lahir dengan kondisi ini. Gunarhadi (2005) mengutarakan bahwa usia 35 tahun atau lebih seorang ibu menjadi faktor yang menyebabkan tingginya risiko melahrikan anak down syndrome.
Meskipun begitu, tidak sedikit ibu yang bahkan usianya kurang dari 35 tahun dan melahirkan anak berkebutuhan khusus. Kenyataannya 80% anak down syndrome lahir dari ibu yang berusia kurang dari 35 tahun. Penderita sindrom down dihadapkan pada kenyataan bawa dirinya akan sangat beresiko tinggi memiliki penyakit yang tidak ringan seperti penyakit jantung bawaan, Alzheimir, leukemia, kanker, dan penyakit Hirschprung.
Sejak tahun 2012, PBB menetapkan tanggal 21 Maret merupakan Hari down syndrome sedunia. Hal ini dilakukan guna mengingatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap sindrom ini. Anak yang dilahirkan dengan down syndrome umumnya memiliki masalah pada penglihatan, pendengaran, perilaku, dan juga pengendalian emosi.
Biasanya penyandang down syndrome ini selalu berperilaku obsesif, emosional, dan keras kepala. Penderita juga biasanya didiagnosa memiliki sprektum autisme yang menyebabkan gangguan pada kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Penyebab Adanya Down syndrome
Selain itu, penderita down syndrome juga memiliki daya ingat yang kurang baik. Berikut beberapa faktor penyebab seorang anak lahir dengan kondisi down syndrome :
- Usia ibu
Menurut NDSS ( National Down Syndrome Society ) usia yang semakin tua pada ibu saat hamil bisa jadi menjadi salah satu faktor dengan risiko tinggi untuk melahirkan bayi dalam keadaan down syndrome. - Genetik
Seorang pembawa (carrier) bisa saja tidak terlihat tanda atupun gejala sindrom ini, namun ia memiliki kemungkinan untuk menurunkan sindrom ini kepada janin yang sedang dinantikannya. - Pernah melahirkan bayi down syndrome
Ibu dengan riwayat melahirkan bayi down syndrome memiliki risiko tinggi melahirkan bayi dengan keadaan tersebut kembali. - Faktor lingkungan
Faktor ini merupakan faktor paling umum yang menjadi penyebab anak lahir dengan sindrom ini. Saat berada di dalam kandungan, bisa jadi ibu yang mengandungnya merupakan perokok aktif atau bahkan selalu menghirup asap rokok, dan tanpa disadari hal ini menyebabkan anak yang akan dilahirkan memiliki risiko lahir dengan down syndrome karena zat beracun dari asap rokok berpengaruh pada pembentukan kromosom. Selain memiliki risiko tinggi lahir dengan sindrom ini, anak juga bisa jadi lahir dengan masalah pada otak dan jantung. - Jumlah saudara kandung dan jarak lahir
Pada penelitiannya, Markus Neuhauser dan Sven Krackow dari Institute of Medical Informatics, Biometry, and Epidemiology di Jerman mengemukakan bahwa jumal saudar kandung dan juga jarak antara anak terakhir dan anak yang akan dilahirkan mejadi risiko tinggi dalam melahirkan bayi pengidap down syndrome. - Kekurangan asam folat
Beberapa ahli meyakini bahwa sindrom ini dipicu oleh kerja metabolisme tubuh yang tidak mampu memecah asam folat. Hal ini menyebabkan pengaruh terhadap pembentukan kromosom. Maka dari itu, saat ibu sedang mengandung, sepatutnya bisa mencukupi asam folat.
Pengidap sindrom ini sangat mudah diketahui karena ciri fisik yang khas. Biasanya bisa dilihat dari ukuran kepala yang lebih besar dari anak yang normal, bagian kepala yang datar, lidah yang pecah-pecah, sudut mata luar naik ke atas, bentuk telinga yang kecil, hidung yang rata, leher yang pendek dengan kulit belakang leher yang kendur, mulut kecil dan lidah yang terjulur, berat dan tinggi badan di bawah rata-rata, dan masih banyak lagi.
Perkembangan fisik pada penyandang down syndrome ini bisa dikatakan sangatlah lambat. Hal ini disebabkana karena otot-otot yang tidak terbentuk dengan sempurna. Sindrom ini bisa dicegah dengan rajin memeriksakan krmosom melalui amniocentesis pada awal kehamilan. Selain itu, pada ibu yang hamil saat usia sudah tidak lagi muda sebaiknya bisa menjaganya dengan mengonsumsi yang baik, menjauhi asap rokok, dan rajin memeriksakan diri pada dokter kandungan.