Berdasarkan data yang ditemukan oleh Purwanto, Atina, dan Desylawati (2017), jumlah pecandu gadget di indonesia semakin lama semakin meningkat. Dari 1.4 miliar pengguna gadget, 176 juta di antaranya adalah pecandu. Angka tersebut sudah meningkat sebesar 123 persen dibanding tahun 2013 (Chaidirman, Indriastuti, dan Narmi, 2019).
Kecanduan gadget merupakan salah satu gangguan psikis yang menyebabkan individu tidak dapat lepas dari gadgetnya sehingga mengganggu fungsi normal individu tersebut. Sari dan Prajayanti (2017) menunjukkan bahwa pada tahun 2017 terdapat enam juta pengguna gadget yang mengalami kecanduan gadget dan 40 persen di antaranya adalah remaja. Dengan demikian diperlukan cara yang efektif untuk mengatasi kecanduan tersebut. Berikut adalah 11 cara mengatasi kecanduan gadget yang dapat diterapkan orang tua.
1. Memberi pemahaman mengenai dampak kecanduan gadget
Sering kali, orang tua memberikan larangan atau menghalangi anaknya untuk menggunakan gadget tanpa memberi penjelasan mengenai alasan mengapa dirinya tidak diperbolehkan menggunakan gadget atau orang tua memberikan penjelasan dengan cara yang kurang tepat sehingga tidak dapat diterima dengan baik oleh sang anak.
Padahal, memberikan pemahaman dengan baik dan jelas pada remaja merupakan dasar yang penting. Remaja perlu tahu fungsi gadget yang baik seperti apa dan cara menggunakan yang kurang tepat seperti apa. Dengan demikian, ia dapat mengontrol dirinya sendiri atas dasar kemauannya tanpa ada paksaan atau rasa takut pada siapa pun.
2. Mengajarkan remaja mengenai kontrol diri
Kontrol diri merupakan hal yang penting untuk dimiliki semua orang dalam keadaan apa pun. Remaja yang mempunyai kontrol diri yang baik, dapat menahan dirinya dari dorongan untuk menggunakan gadget secara terus menerus. Hal tersebut dikarenakan ia tahu yang mana prioritasnya dan bukan prioritasnya.
Orang tua perlu mengajarkan cara-cara melakukan kontrol diri serta menjelaskan pengaruhnya terhadap remaja jika ia mengontrol dirinya dalam penggunaan gadget. Misalnya, remaja akan dapat mempelajari lebih banyak hal yang tidak kalah menyenangkan dari menggunakan gadget untuk kesenangan semata
3. Memberikan contoh yang benar
Berdasarkan Teori Belajar Sosial milik Albert Bandura, perilaku individu dapat menjadi manifestasi dari apa hal yang ia pelajari dari orang lain. Proses tersebut dapat disebut juga dengan modelling. Caranya adalah model memberikan contoh perilaku untuk diobservasi dan diimitasi. Apabila individu melihat perilaku menghasilkan hal yang positif, maka ia cenderung akan menirunya di lain waktu (Irwanto & Gunawan, 2018).
Dalam hal ini, orang tua dapat menjadi model dan memberi contoh dalam kehidupan sehari-hari ketika menggunakan gadget. Misalnya, tidak bermain telepon genggam ketika makan, berkumpul dengan keluarga, sebelum tidur, serta waktu-waktu lain sesuai kesepakatan bersama. Dengan demikian, remaja merasa ia juga memiliki hak dan kewajiban yang sama.
4. Mengajak remaja untuk melakukan aktivitas lain
Terdapat banyak hal yang dapat dilakukan oleh remaja di usianya. Terlebih, remaja adalah masa di mana ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan suka bereksplorasi. Namun, beberapa remaja justru lebih banyak menjadikan gadget sebagai tempat yang nyaman untuk mendapatkan berbagai informasi padahal hal tersebut tidak selamanya baik.
Oleh karena itu, orang tua dapat memberikan alternatif kegiatan yang menarik tanpa menggunakan gadget. Contohnya, melakukan hobi, bereksperimen, latihan olahraga atau memasak, berjalan-jalan, mengunjungi saudara, bermain di taman, atau sekadar berdiskusi dan mengobrol santai, tetapi memiliki makna bagi remaja tersebut.
5. Bersosialisasi dengan orang lain
Sebagai makhluk sosial, remaja pasti membutuhkan orang lain sehingga perlu melakukan komunikasi dan interaksi untuk memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi, ketika sudah kecanduan gadget, mereka menjadi tidak peduli pada orang-orang yang ada di sekitarnya sebab sudah asik dengan dunianya sendiri dan menyebabkan kurangnya bersosialisasi.
Meskipun saat ini dunia digital sudah sangat berkembang, tetapi tidak akan ada teknologi yang dapat menggantikan manusia, secanggih apa pun. Oleh karena itu, bersosialisasi tetaplah perlu dilakukan. Orang tua dapat mengajak anak remajanya untuk bertemu dengan keluarga, mengundang teman-teman ke rumah, atau melakukan aktivitas sosial lainnya.
6. Membatasi penggunaan gadget
Bagaimanapun juga, penggunaan gadget tetap harus dibatasi. Secara fisik, penggunaan gadget terus menerus dapat membuat mata menjadi lelah, pusing, mual, sakit di beberapa bagian tubuh karena mempertahankan posisi tubuh yang sama selama berjam-jam, atau pengaruh tidak langsung, seperti lupa makan yang menyebabkan gangguan pencernaan.
Di sisi lain, terdapat dampak psikososial ketika remaja kurang berinteraksi atau terlalu merasa stres karena gadget-tnya. Maka dari itu, orang tua dapat memberikan batasan terkait penggunaan gadget yang wajar dan disepakati bersama dengan cara membuat jadwal pemakaian atau aturan lainnya.
7. Tidak memberikan akses penuh pada gadget
Tidak ada salahnya orang tua ketika orang tua membatasi akses terhadap gadget yang dimiliki remaja. Selain itu, orang tua juga dapat melakukan pengawasan yang normal dan tetap didasari oleh rasa percaya, bukan curiga, sehingga alih-alih merasa diawasi, remaja justru mau terbuka sendiri terkait penggunaan gadget-nya. Remaja juga dapat diberikan batasan dengan cara mengharuskan untuk izin terlebih dahulu sebelum memakai gadget.
8. Menetapkan wilayah tanpa gadget
Ada beberapa tempat yang bisa diberlakukan aturan tanpa gadget, seperti di atas tempat tidur, di meja makan atau tempat makan, dalam toilet, ketika mengemudi, dan lain-lain. Aturan seperti ini memang sulit untuk dilakukan dengan konsisten, tetapi bukannya tidak mungkin. Hal yang terpenting adalah remaja benar-benar paham mengapa ia tidak boleh melakukannya dan tidak memiliki mindset bahwa hal tersebut ia lakukan agar tidak dihukum, melainkan karena sudah paham alasannya.
9. Mencegah penggunaan gadget sebelum tidur
Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi, Alini, dan Hidayat (2020) menunjukkan bahwa penggunaan gadget lebih dari 35 menit sebelum tidur memiliki hubungan yang signifikan dengan gejala insomnia pada siswa/i di SMAN 1 Kampar. Kondisi tersebut dikarenakan remaja terus melihat banyak hal yang menarik di gadget-nya sehingga tidak merasakan kantuk dan terus terjaga. Orang tua perlu menetapkan aturan bersama untuk tidak menggunakan gadget sebelum tidur
10. Menghapus atau meletakkan aplikasi di tempat yang tidak mudah diakses
Apabila remaja membuka suatu aplikasi terus menerus secara tidak wajar dan mengganggu kehidupan normalnya, orang tua harus segera menyadari hal ini dan menemukan aplikasi tersebut. Orang tua dapat mengajak remaja untuk berhenti menggunakan aplikasi tersebut secara bertahap dengan mengurangi durasi penggunaannya.
Untuk memudahkan hal tersebut, orang tua dapat menyarankan anaknya memindah aplikasi ke dalam folder yang peru effort untuk mengaksesnya sehingga remaja akan cenderung malas atau setidaknya tidak terlalu sering membuka aplikasi tersebut. Lama kelamaan, aplikasi tersebut mungkin bisa dihapus saja.
11. Mengarahkannya pada penggunaan gadget yang lebih baik
Banyak ditemukan remaja yang sering menggunakan gadget memang tertarik terhadap teknologi ataupun permainan sehingga mencegah remaja untuk menggunakan gadget justru dapat membatasi potensi, minat, dan bakatnya. Apabila orang tua melihat penggunaan gadget tersebut memiliki arah yang positif, orang tua dapat berdiskusi pada anaknya mengenai hal ini.
Saat ini profesi yang dapat dilakukan oleh manusia sangat beragam dan tidak terbatas. Terlebih, perkembangan teknologi juga terus berkembang dengan cepat. Oleh karena itu, remaja yang tertarik dan mau belajar lebih lanjut mengenai teknologi ini sebaiknya diarahkan agar memiliki kemampuan yang lebih sistematis dan terstruktur dengan media pembelajaran, seperti tempat kursus, sekolah, maupun perguruan tinggi.
Kesimpulannya, penggunaan gadget saat ini memang sangat penting sehingga banyak orang di seluruh dunia memerlukan gadget, terlebih perkembangan zaman menyebabkan teknologi pun semakin berkembang. Hal tersebut menyebabkan munculnya fenomena baru yakni kecanduan gadget atau kecenderungan individu untuk terus menggunakan gadget.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecanduan gadget, di antaranya: memberi pemahaman mengenai dampak kecanduan gadget, mengajarkan remaja mengenai kontrol diri, memberikan contoh yang benar, mengajak remaja untuk melakukan aktivitas lain, bersosialisasi dengan orang lain, embatasi penggunaan gadget, tidak memberikan akses penuh, menetapkan wilayah tanpa gadget, mencegah penggunaan gadget sebelum tidur, menghapus atau meletakkan aplikasi di tempat yang tidak mudah diakses, serta mengarahkannya pada penggunaan gadget yang lebih baik.
Hampir seluruh cara di atas membutuhkan peran penting dari orang tua sebagai orang lain yang terdekat sekaligus menjadi sekolah pertama bagi anaknya. Orang tua perlu mendiskusikan sedini mungkin mengenai bagaimana penggunaan gadget anaknya kelak sehingga ketika ia sudah remaja, ia sudah paham dan mencegah terjadinya kecanduan.