Salah satu mata pelajaran wajib di sekolah adalah matematika. Dimanapun anak bersekolah, mata pelajaran ini akan selalu ada dan tidak bisa dihindari. Tujuan dari pelajaran wajib matematika adalah agar para siswa kelak mampu berhitung dan menerapkannya dalam kehidupan ketika dewasa kelak. Pada umumnya matematika terdiri dari konsep pertambahan, pengurangan, pembagian dan perkalian yang akan semakin rumit seiring dengan tingkat pendidikan. Tidak semua orang beruntung dapat dengan mudah mempelajari matematika, terlebih jika tidak memahami teorinya. Akan tetapi masalah dalam belajar matematika juga bisa dipicu oleh adanya gangguan yang menyulitkan seseorang untuk mempelajari matematika, yang dikenal dengan istilah diskalkulia.
Kata diskalkulia berasal dari bahasa Yunani yaitu Dyscalculis yang artinya ‘Tidak dapat berhitung’. Diskalkulia juga dikenal sebagai “math difficulty” yaitu gangguan pada kemampuan kalkulasi secara matematis, yang terbagi menjadi kesulitan berhitung dan mengkalkulasi. Anak biasanya menunjukkan kesulitan dalam memahami proses matematis, ditandai dengan kesulitan belajar dan mengerjakan tugas yang berhubungan dengan angka atau simbol matematis. Menurut Lerner (1998) ada keterkaitan antara gangguan berhitung dengan sistem saraf pusat. Anak akan menunjukkan kesulitan dalam memahami konsep atau rangkaian proses matematis.
Penyebab Diskalkulia
Diperkirakan penderita diskalkulia berjumlah sekitar 3 hingga 6 persen dari seluruh dunia dengan berbagai tingkat IQ berbeda. Ada beberapa pendapat yang kerap mengaitkan diskalkulia dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), mengacu pada penelitian yang menghasilkan seperempat dari penderita diskalkulia yang diteliti juga mengalami ADHD. Hingga saat ini satu – satunya penjelasan mengapa diskalkulia bisa dialami oleh 3 sampai 6 orang dari 100 orang adalah karena faktor genetik. Beberapa faktor penyebab diskalkulia yang berasal dari dalam diri anak yaitu:
- Adanya kelainan pada otak terutama di bagian penghubung antara pariental dan temporal di otak.
- Adanya kelemahan pada proses penglihatan atau kemampuan visualisasi dan gangguan spasial atau gangguan pada kemampuan memahami bangun ruang sehingga anak sulit berfokus pada pelajaran terutama matematika. Ketahui juga ciri – ciri disleksia dan ciri – ciri anak kurang konsentrasi.
Ciri – ciri Diskalkulia
Pada umumnya penderita diskalkulia adalah anak – anak, tetapi jenis gangguan belajar pada anak ini tidak spesifik untuk usia tertentu. Anak bisa diketahui mengalami diskalkulia atau tidak ketika menginjak usia sekolah, mereka juga biasanya memiliki IQ normal, bahkan cukup tinggi hingga melebihi rata – rata. Anak bisa mengikuti pelajaran lain yang memerlukan logika dan hafalan, juga dapat berinteraksi secara normal. Anak yang mengalami diskalkulia bisa menunjukkan berbagai ciri – ciri anak diskalkulia seperti berikut:
- Kesulitan dalam mengerjakan proses matematis yang terlihat dari kesusahan mengerjakan tugas dengan angka atau simbol – simbol matematika.
- Sulit menggunakan konsep waktu seperti ‘sekarang’, ‘kemarin’, ‘tadi’, dan sebagainya, sulit mengurutkan masa lampau dan masa sekarang. Terkadang mengalami disorientasi waktu dan arah, tidak mampu membaca peta atau petunjuk arah.
- Kurang memahami nilai satuan, puluhan, ratusan dan selanjutnya.
- Sulit berfokus pada pelajaran matematika tetapi mampu berbahasa dengan normal, menulis, membaca, ataupun secara verbal, dan mampu mengingat kalimat tertulis yang dibaca sebelumnya dengan memori visual yang baik.
- Sulit bermain atau melakukan olahraga yang berhubungan dengan sistem skor.
- Selalu memberi jawaban yang tidak konsisten saat diberikan pertanyaan terkait penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
- Mengalami kesulitan menghitung transaksi sehari – hari ketika berbelanja termasuk menghitung uang kembalian, menjadi takut memegang uang, menghindari aktivitas transaksi atau kegiatan apapun yang melibatkan penggunaan uang.
- Sulit memahami not angka dalam pelajaran musik sehingga sulit memahami notasi, urutan nada dan cara memainkan alat musik juga.
- Sulit melakukan berbagai proses matematika seperti menjumlahkan, mengurangi, membagi, mengalikan dan sulit juga memahami konsep hitungan angka atau konsep urutan.
- Mengalami kebingungan membedakan dua angka yang bentuknya hampir sama dan sulit menggunakan kalkulator.
- Sering mengalami hambatan dalam perhitungan angka – angka seperti melakukan proses substitusi, mengulang terbalik, mengisi deret hitung dan mengisi deret ukur.
Media Pembelajaran Untuk Mengatasi Diskalkulia
Untuk mengatasi masalah diskalkulia pada anak biasanya dilakukan dengan terapi psikologis, namun selain itu ada berbagai media pembelajaran untuk anak diskalkulia yang bisa digunakan seperti berikut ini.
1. Kertas Grafik
Menggunakan kertas grafik untuk anak diskalkulia yang sulit untuk mengorganisir ide – idenya di atas kertas, karena kreatifitas anak sangat dipengaruhi oleh kemampuan imajinasinya. Mengajak anak untuk menuangkan idenya diatas kertas grafis akan mempermudah anak mengonsep apa yang ada di pikirannya. Ketahui juga faktor psikologis dalam kesulitan belajar dan peran psikologi dalam mengatasi kesulitan belajar.
2. Kelereng
Menggunakan berbagai benda untuk membantu pemecahan masalah berhitung anak, misalnya kelereng sebagai media pembelajaran untuk anak diskalkulia. Gunakan kelereng untuk melambangkan angka dan mengajarkan konsep pembagian, pengurangan, penambahan dan perkalian pada anak.
3. Jari Tangan
Memberikan berbagai contoh konkret hingga kepada contoh yang paling abstrak. Media pembelajaran untuk anak diskalkulia yang dapat digunakan untuk metode berhitung adalah jari. Menggunakan jari untuk mengajari anak berhitung sudah menjadi cara belajar yang mendasar dan paling praktis.
4. Kartu
Menggunakan kartu juga bisa menjadi media pembelajaran untuk anak diskalkulia. Siapkan satu pak kartu angka dan gunakan hanya angka satu sampai lima. Kocok dan letakkan lima buah kartu tersebut secara terbuka, dan sisa kartu lainnya diletakkan tertutup di pojok bawah kanan. Ambil dua kartu yang berjumlah angka 6 dan sebutkan dengan lantang. Isi dua tempat kartu yang kosong dengan kartu baru dari susunan paling atas dan teruskan hingga anak telah menghabiskan kartu yang masih tertutup dalam susunan yang benar.
5. Game
Dalam beberapa artikel disebutkan bahwa media pembelajaran untuk anak diskalkulia yang paling cocok adalah dalam bentuk aplikasi game. Konsep permainan ini dikembangkan dengan mengajak anak untuk mengenal huruf dan angka serta cara membedakannya. Anak juga akan diajak untuk menghafalkan huruf dan angka tertentu yang menjadi kesulitan mereka, menjawab pertanyaan dan juga menghitung dengan diberikan soal matematika dasar. Aplikasi game ini dikembangkan menggunakan metodologi analisa terhadap anak diskalkulia dan disleksia, mencari konsep yang cocok hingga digunakan dalam membuat desain game dan latar belakangnya.
6. Kertas Warna
Kertas warna bisa menjadi media pembelajaran untuk anak diskalkulia yang sulit mengenal bangun ruang dasar seperti lingkaran, segitiga, persegi dan persegi panjang. Bentuk bangun ruang tersebut bisa digambarkan pada kertas warna dan digunting untuk mengenalkan istilah – istilah pada bangun ruang seperti garis tengah, jarak, panjang, diagonal. Dengan cara ini juga bisa diperkenalkan konsep ‘separuh’ atau ‘seperempat’ pada anak.
7. Tabel Matematika
Tabel perkalian, pembagian, penjumlahan atau pengurangan juga dapat menjadi media pembelajaran untuk anak diskalkulia yang akan membantu anak untuk menvisualisasikan angka – angka dan jumlahnya. Anak akan lebih mudah membayangkan angka yang konkrit dengan melihat tabel – tabel tersebut dan memasukkannya ke dalam logika berpikir.
Strategi Mendidik Anak Diskalkulia
Selain menggunakan media pembelajaran untuk anak diskalkulia, beberapa strategi baru yang dikembangkan untuk membantu pembelajaran anak juga perlu diketahui. Cara yang dapat dilakukan untuk mengajari anak diskalkulia antara lain:
- Memberikan contoh yang konkrit lebih banyak untuk memastikan pemahaman yang kuat pada anak sebelum melangkah kepada materi yang lebih abstrak. Hal itu akan membantu anak dengan gangguan diskalkulia untuk dapat memvisualisasikan konsep. Begitu juga ketika memberikan soal cerita, gunakan alat yang sekiranya dapat membantu anak untuk menvisualisasikan konsep, bentuk atau pola.
- Membangun sikap diri yang positif bahwa anak pasti bisa mempelajari matematika. Hindari perkataan yang mengesankan bahwa anak memang tidak dapat belajar matematika karena keturunan dari ayah dan ibu, sebab sebenarnya semua orang dapat mempelajari matematika dalam taraf tertentu, juga mengajari cara membuat anak memahami kegagalan.
- Memvisualisasikan setiap simbol matematika dengan contoh di kehidupan sehari – hari yang lebih sederhana. Misalnya menyamakan simbol minus dengan kata ‘hilang’ atau ‘pergi’ sehingga jumlahnya berkurang dan simbol plus dengan ‘datang’ sehingga jumlahnya bertambah.
- Mengajak anak belajar sambil bermain sehingga ia tidak merasakan bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan menyulitkan. Cara belajar yang menyenangkan akan menghindarkan anak dari menghindari belajar matematika.
- Menggunakan warna – warna yang menarik untuk media pembelajaran untuk anak diskalkulia. Misalnya menggunakan pensil warna berbeda untuk menuliskan tanda atau simbol matematika yang berbeda pula agar anak tidak tertukar dalam mengenali simbol tersebut.
- Jadikan suasana belajar menyenangkan dan tanpa paksaan untuk membuat anak merasakan pengalaman positif dari belajar matematika dan tidak merasa bosan.
Mempelajari matematika memang kerap kali tidak menjadi hal yang mudah bagi sebagian anak. Orang tua juga sering langsung melabeli anak yang tidak bagus dalam matematika sebagai anak bodoh, padahal bisa saja ada gangguan tertentu yang melatari kesulitan anak dalam belajar matematika. Dengan menggunakan media pembelajaran untuk anak diskalkulia, anak bisa dibantu untuk mempelajari matematika secara mudah dan menyenangkan, yang tidak akan membuatnya merasa trauma kepada pelajaran matematika dan tidak menganggap dirinya sendiri rendah karena disebut bodoh oleh orang lain. Sebab, sebenarnya tidak ada anak yang tidak dapat mempelajari sesuatu. Semua anak pasti memiliki kemampuan untuk berkembang, hanya hal itu harus diwujudkan melalui pendekatan dan cara yang tepat serta bertahap.