Ibu adalah sosok yang sangat penting perannya dalam keluarga, khususnya bagi seorang anak yang sedang dalam fase tumbuh kembang. Akan tetapi, tidak semua anak dapat hidup dengan selalu ditemani oleh sang ibu. Beberapa anak harus menerima fakta bahwa ibunya sudah tiada, baik karena penyakit, kecelakaan, maupun memang sudah takdir tuhan.
Berdasarkan beberapa penelitian psikologi, menunjukkan bahwa terdapat rasa tidak nyaman pada anak karena tidak memiliki ibu selama masa perkembangan. Hal tersebut dapat berdampak pada kondisi psikologi anak bahkan hingga ia dewasa.
Anak yang harus menghadapi kenyataan bahwa ibunya sudah meninggal dunia mungkin akan mengalami perubahan kondisi psikologis. Berikut adalah beberapa dampak psikologi yang dapat muncul karena kepergian ibu:
Efikasi diri atau dapat diartikan juga sebagai kepercayaan diri pada anak bisa menjadi rendah setelah ditinggal mati oleh ibunya. Ibu sering kali menjadi sosok yang memberi motivasi, dorogan, dukungan, serta bimbingan sebagai cara melatih anak agar lebih percaya diri untuk melakukan banyak hal, termasuk mendapatkan prestasi.
Akan tetapi, ketika tidak ada ibu, anak mungkin akan merasa kehilangan arah sehingga ragu atau tidak yakin lagi dengan kemampuan yang ia miliki. Pun ketika anak mendapat suatu pencapaian, anak bisa saja merasa apa yang sudah didapatkan itu tidak ada artinya karena sudah tidak ada ibu dan pencapaian tersebut hanya bagian dari keberuntungan.
Salah satu dampak yang hampir pasti dirasakan oleh anak yang ditinggal mati oleh ibunya adalah berkurangnya kasih sayang yang diterima. Hal itu dikarenakan setiap anak pasti membutuhkan kasih sayang yang lengkap dari ayah dan ibu. Namun, ketika ibu tidak ada, tentu ada perbedaan yang dirasakan oleh anak.
Di sisi lain, meskipun ada ayah, keluarga, atau ibu baru yang juga memberikan kasih sayang sepenuh hati, tetapi mungkin yang anak rasakan berbeda dengan rasa kasih sayang dari ibu kandung secara langsung. Tidak hanya itu, anak juga umumnya cenderung lebih dekat dengan ibu dan mengekspresikan segala perasaan pada ibu sehingga anak merasa kurang mendapat kasih sayang seperti yang diinginkan.
Apabila anak sudah berpisah dengan sang ibu sejak usia dini, berdasarkan studi yang disampaikan dalam jurnal Attachment & Human Development, ketika tumbuh besar ia berpotensi menunjukkan perilaku yang agresif dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat ditunjukkan mulai sekitar usia 3 sampai 5 tahun.
Perilaku agresif ini dapat dapat disebabkan oleh banyak faktor, dua di antaranya adalah karena mungkin anak merasa sudah tidak mendapatkan pengawasan secara penuh sehingga berperilaku sesuka hatinya, atau bisa juga anak justru sedang berusaha mencari perhatian, tetapi tidak tahu cara yang tepat sehingga melakukan tindakan yang kurang baik.
Seorang anak yang sudah kehilangan ibu sejak kecil masih kesulitan untuk memahami situasi yang terjadi, bahkan ia mungkin belum paham apa itu konsep kematian sehingga ibunya tidak akan kembali lagi. Namun, lama kelamaan anak menjadi sadar dan dapat menumbuhkan rasa frustasi yang membuat kondisi emosi menjadi kurang stabil saat fase perkembangan emosi pada masa anak-anak. Akibatnya, anak juga akan kesulitan dalam berkomunikasi.
Masih berkaitan dengan komunikasi dan kepercayaan diri pada poin sebelumnya, anak yang harus tumbuh besar tanpa adanya sosok ibu juga dapat mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini dapat disebabkan karena anak sulit untuk menyampaikan perasaan atau keinginannya dan kurang dapat menangkap perasaan atau keinginan orang lain sehingga ia juga kurang percaya dengan orang lain.
Selain rasa sedih, stres juga dapat dirasakan oleh anak yang ditinggal mati oleh ibunya. Kepergian ibu untuk selamanya dapat menjadi sumber trauma untuk anak karena meninggalkan luka yang mendalam dan mungkin bagi sebagian besar anak akan sulit untuk benar-benar disembuhkan.
Rasa stres yang berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama dan mungkin tidak segera diatasi dapat menjadi potensi munculnya gejala depresi pada anak. Gejala depresi ini di antaranya, seperti kehilangan gairah, perubahan nafsu makan, sulit tidur, dan tidak dapat beraktivitas sehari-hari dengan normal.
Terakhir, anak yang ditinggal mati oleh ibunya juga rawan memiliki perilaku seksual berisiko. Hal ini pernah disampaikan dalam sebuah studi pada Journal of Child and Family Studies yang menyebutkan bahwa ada kecenderungan pada anak yang dibesarkan oleh orang tua tunggal untuk terlibat dalam pergaulan bebas ketika masih berusia remaja. Selain itu, kondisi ini juga dapat menyebabkan munculnya gangguan perilaku seksual pada remaja.
Pada anak laki-laki, mereka akan kehilangan figur wanita yang dekat dalam hidupnya sehingga kurang memahami bagaimana cara yang tepat untuk memperlakukan lawan jenis, termasuk dalam mengendalikan hasratnya. Sedangkan pada anak perempuan, ia juga tidak memiliki contoh yang baik untuk menunjukkan batasan dan arahan.
Berbagai dampak psikologi yang muncul karena anak ditinggal mati ibunya memang tidak dapat diprediksi apakah dampak yang akan terjadi dan seberapa besar dampaknya. Namun, dampak-dampak tersebut dapat diatasi dengan beberapa tips berikut:
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, anak yang kehilangan ibu di usia dini belum benar-benar memahami kondisi yang terjadi sehingga anggota keluarga yang lain perlu memberikan penjelasan dengan bahasa yang dapat dipahami anak dan tidak membuatnya merasa terlalu terpuruk, tetapi justru membuatnya termotivasi untuk bangkit kembali.
Namun, meskipun usia anak juga sudah cukup dewasa, keluarga tetap harus memberikan pemahaman bahkan mengajak untuk diskusi bersama terkait kehidupan yang harus mereka jalani selanjutnya sehingga anak percaya bahwa kehilangan ibu bukan berarti ia kehilangan segalanya.
Kehilangan ibu artinya kehilangan paling tidak separuh dari perhatian, kasih sayang, dan kehangatan yang seharusnya didapatkan. Oleh sebab itu, ayah atau anggota keluarga lain harus dapat memberikan perhatian yang penuh pada anak agar ia tidak merasa ‘kosong’ walaupun mungkin tidak dapat mengisi seluruhnya.
Perhatian ini termasuk menyediakan waktu khusus secara rutin untuk beraktivitas bersama tanpa ada hal yang dilakukan masing-masing, lebih dari sekadar berada di satu tempat yang sama, tetapi juga benar-benar berkomunikasi sehingga hubungan antaranggota keluarga tetap kuat.
Walaupun mencari seseorang yang benar-benar dapat mengganti ibu kandung terlihat hampir tidak mungkin, tetapi cara ini tetap efektif dilakukan dibanding tidak ada sosok lain sama sekali. Coba hadirkan perempuan lain dalam keluarga, seperti bibi atau nenek yang bisa memperhatikan anak.
Selain itu, ibu tiri juga dapat menjadi sosok pengganti. Namun dengan catatan mungkin perlu waktu agar anak bisa menerima sehingga ayah perlu mempertimbangkan kecocokan dan kenyamanan anak juga agar tidak menimbulkan masalah yang bisa merenggangkan hubungan keluarga.
Anak-anak pasti memiliki kegiatan yang disukai. Apabila kegiatan tersebut bersifat positif, ajak dan temani anak untuk melakukannya. Hal ini di satu sisi dapat mengalihkan perhatian anak sehingga tidak terus-menerus terjebak dalam kesedihan dan di sisi lain dapat mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki anak agar ia lebih berprestasi.
Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…
Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…
Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…
Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…
Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…
Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…