Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Sosial » 13 Aspek Psikologis dalam Ibadah Puasa

13 Aspek Psikologis dalam Ibadah Puasa

by Arby Suharyanto

Puasa adalah  salah satu rukun islam yang keempat. Dalam ilmu fiqh, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, bermula dari terbitnya fajar siddiq hingga terbenamnya matahari. Selain itu perintah untuk berpuasa khususnya pada bulan Ramadhan merupakan  wajib bagi setiap muslim  seperti yang di jelaskan dalam QS Al Baqarah 183:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Ditinjau dari aspek psikologis dimana puasa memiliki peranan dalam menciptakan kesehatan mental, baik sebagai pengobatan gangguan kejiwaan, sebagai pencegah agar tidak terjadi gangguan kejiwaan, maupun sebagai alat untuk membina kesehatan mental. Berikut beberapa manfaat psikologis dari ibadah puasa,

1. Puasa Sebagai Pengobatan Terhadap Gangguan Kejiwaan

Pengobatan kejiwaan yang paling baik adalah menghilangkan penyebab terjadinya gangguan tersebut. Diantara penyebab gangguan kejiwaan yang banyak terdapat adalah rasa berdosa atau bersalah dan rasa dendam. Perasaan itu dapat diobati dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan salah satu cara adalah dengan melaksanakan ibadah wajib seperti ibadah puasa serta ditambah dengan ibadah-ibadah sunnah.

Puasa mampu meredam dendam yang ada pada diri seseorang. Dendam merupakan beban bathin yang dapat mempengaruhi hubungan antara satu sama lain. Dendam yang terlalu besar dan mendalam dapat menimbulkan serangan berbagai gejala psikomatik (penyakit yang disebabkan oleh perasaan). Selain itu puasa juga merupakan latihan untuk menghadapi berbagai hal yang dapat menimbulkan stress. (Baca juga mengenai aspek aspek kepatuhan dalam psikologi)

2. Puasa Sebagi Pencegahan Gangguan Kejiwaan

Puasa bulan Ramadhan merupakan salah satu cara perawatan kejiwaan. Puasa yang dilakukan dengan ikhlas dan atas dasar kesadaran serta kemaun untuk mematuhi perintah Allah akan dapat menjadi kebiasaan yang dapat menghasilkan kepuasan dan kegembiraan yang mempunyai pengaruh dan kesan yang mendalam bagi yang melaksanakannya. Dengan demikian puasa diharapkan mampu membuat seseoarang mengendalikan diri. (Baca juga mengenai teori interdependensi dalam psikologi sosial)

3. Puasa Untuk Pembinaan Kesehatan Mental

Pada ibadah puasa tertanan nilai kejujuran baik jujur tehadap Allah SWT, diri sendiri maupun kepada orang lain. Jika sifat jujur telah tertanam pada diri seseorang, maka dirinya akan merasa tentram, ia tidak akan dihinggapi rasa takut, salah dan berdosa, karena segala sesuatu jelas dan tidak ada yang disembunyikan. (Baca juga mengenai metode analisis karya dalam psikologi)

4. Pembelaan (Sanctify)

Dalam ilmu Kesehatan Mental, terdapat salah satu cara penyesuaian diri yang tidak sehat, yang disebut pembelaan (sanctify) yaitu orang yang tidak berani mengakui kepada dirinya bahwa ia telah melanggar nilai-nilai yang dianutnya sendiri. Jika hal ini sering terjadi maka seseorang akan merasa sakit dan ia merasa tertipu oleh dirinya sendiri. (Baca juga mengenai teori interferensi dalam psikologi

5. Mencegah Terjadinya Kelainan Kejiwaan

Adapun fungsi dari ibadah puasa disini dapat mencegah terjadinya kelainan kejiwaan, dimana nilai puasa benar-benar dapt menjangkau ke lubuk hati yang terdalam pada diri manusia, sehingga dapat menunjang kepada pembinaan akhlak. Selain itu, terdapat juga  beberapa aspek terapeutik dalam ibadah puasa.

6. Aspek Relaksasi Usus

Menurut Andang Gunawan, ketika orang sedang berpuasa terjadi detoksifikasi (proses pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh) yang bersifat total dan holistik (menyeluruh). Secara alamiah usus besar merupakan pusat kotoran sehingga wajar kalau organ yang satu ini tidak bisa bersih 100%. Lebih lanjut Andang menjelaskan, puasa detoksifikasi dapat dilakukan selama 2-14 hari, tergantung kondisi dan tingkat keasaman dalam tubuh.

7. Membantu Mengendalikan Stres

Disebutkan pula sebaiknya di lakukan pada akhir pekan atau hari libur tatkala pikiran dan tubuh sedang dalam keadaan santai. Bahkan menurut Soekirno, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) puasa dan membantu mengendalikan stress dan menjadi terapi bagi berbagai penyakit tertentu seperti hipertensi, kanker kardiovaskuler, ginjal dan depresi, akan lebih cepat dan efektif bila diikuti dengan aksi puasa.

8. Aspek Meditasi

Selama sepuluh terakhir bulan Ramadhan sangat dianjurkan untuk I’tikaf. Beri’tikaf dalam keadaan puasa memiliki efek seperti meditasi atau yoga bahkan merupakan meditasi atau yoga tingkat tinggi bila dijalankan dengan benar, khusu’ dan sabar.

9. Melatih Kesabaran

Dalam khusu’ dan sabar dengan memperbanyak zikir dan mengurangi berkata serta bersenda gurau, seorang hanya mengingat Allah SWT(dzikrullah) akan mendatangkan ketenangan jiwa. Hal ini seperti firman-Nya “hanya dengan berzikir kepada Allah hati menjadi tenang” (QS Ar-Ra’du:11)

10. Aspek auto-sugesti/self-hipnosis

Seseorang yang berpusa hendaknya memperbanyak berdoa karena doa orang yang berpuasa adalahh makbul. Thoules (1992) Auto Sugesti adalah suatau upaya untuk membimbing diri pribadi melalui proses pengulangan suatu rangkaian ucapan secara rahasia kepada diri sendiri yang menyatakan suatu keyakinan atau perbuatan. Dan salah satu doa yang dianjurkan oleh Rasulullah untuk diperbanyak membacanya antara lain:

Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Mulia, Engkau selalu mengampuni kesalahan, maka ampuni aku. Ya Allah akumemohon ridha-Mu dan syurga-Mu dan aku berlindung dari azab-mu dan siksa neraka.

11. Aspek Pengakuan dan Penyaluran/katarsis

Puasa merupakan sarana hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam kondisi berpuasa, dimana nilai ruhiyah seseorang yang berpuasa sedang meningkat, ian dapat memohon apa saja secara langsung tanpa perantara dengan Sang Pencipta.

Sehingga hal ini memberikan efek ia merasa bahwa dirinya tidak sendiri (lonely), tidak merasa kesepian, selalu ada yang melihatnya  ada yang memelihara dan memerhatikan yaitu Allah SWT. Adanya perasaan ini akan melegakan perasaannya dan akan membantu proses penyembuhan.

12. Sarana Pembentukan Kepribadian

Kepribadian seseorang senantiasa perlu dibentuk sepanjang hayatnya dan pembentukan bukan merupakaan pusnya di bulan Ramadhan) atau mingguan (senin-kamis) atau bulanan (puasa Ayyamul Baith). Jadi berpuasa juga dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian yaitu manusia yang bercirikan: disiplin, jujur, sabar, mencintai dan kasih sayang kepada sesama manusia, senantiasa menjaga lisan, membentuk pribadi shaleh secara individu maupun sosial.

13. Meningkatkan Kadar Keimanan

Puasa yang dikerjakan bukan karena beriman kepada Allah biasanya menjadikan puasa itu hanya akan menyiksa diri saja. Tetapi apabila puasa dikerjakan sebagaimana aturan dalam Islam pastinya akan mendatangkan banyak manfaat salah satunya dalam aspek psikologi diri. Dengan begitu puasa akan membangun pribadi dengan akhlak yang baik.

Demikian yang bisa penulis sampaikan pada kesempatan kali ini mengenai aspek psikologis dalam ibadah puasa. Semoga bisa membawa manfaat bagi sobat semua. Terima kasih sudah berkunjung dan membaca artikek kali ini. Salam hangat selalu dari penulis.

You may also like