Home » Ilmu Psikologi » Psikologi Sosial » 4 Teori Behaviorisme Psikologi Komunikasi

4 Teori Behaviorisme Psikologi Komunikasi

by Gendis Hanum Gumintang

Teori behaviorisme merupakan salah satu teori dalam bidang ilmu psikologi yang berfokus pada mempelajari perilaku manusia. Perspektif behavioral ini secara spesifik membahas tentang peran dari belajar dalam menjelaskan tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan tertentu (stimulus) yang membuat adanya hubungan perilaku reaktif (respons) dengan hukum-hukum mekanistik.

Teori ini memiliki asumsi dasar terkait tingkah laku, yakni seluruh tingkah laku ditentukan oleh aturan, sehingga dapat diramalkan dan ditentukan. Selain itu, berdasarkan teori belajar behavioristik, individu terlibat dalam perilaku tertentu karena ia telah belajar untuk melakukannya melalui pengalaman di waktu sebelumnya lalu menghubungkannya dengan dampak yang diterima. Kemudian terdapat hubungan teori belajar dengan psikologi pendidikan.

Jika biasanya komunikasi langsung dilakukan dengan kata perintah, pernyataan larangan, instruksi, pernyataan izin, atau saran, komunikasi tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan, petunjuk, atau perasaan. Beberapa orang justru cenderung lebih sering menggunakan bentuk komunikasi tidak langsung. Berikut adalah beberapa macam dari perilaku komunikasi:

1. Asertif

Asertivitas merupakan kemampuan untuk mengekspresikan keinginan atau perasaan dengan baik tanpa menyakiti orang lain. Komunikasi tipe ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas masalahnya sendiri, sehingga penting untuk mengkomunikasikan suatu masalah kepada pihak lain yang terlibat sebagai bentuk tanggung jawab.

Komunikasi asertif memang berkaitan erat dengan penggunaan kata, tetapi adanya ekspresi, gestur, kontak mata, dan pesan non-verbal juga berperan dalam membentuk komunikasi yang asertif. Komunikasi asertif ini penting untuk membantu mencegah konflik dan menjaga hubungan baik. Sayangnya, belum banyak orang yang menggunakan bentuk komunikasi ini.

2. Agresif

Agresi dapat didefinisikan sebagai tindakan kemarahan tidak menentu di mana agresor bermaksud untuk menyakiti seseorang atau sesuatu. Terdapat berbagai contoh perilaku agresif dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, orang yang menggunakan agresivitas akan menciptakan konflik atau situasi menang-kalah dan menggunakan intimidasi untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

Selain itu, biasanya mereka kurang memiliki empati dan merasa bahwa kekuasaan dan kontrol adalah satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka juga berpikiran tertutup, pendengar yang buruk, dan cenderung suka memonopoli orang lain. Di sisi lain, individu yang menerima komunikasi ini biasanya merasa kesal, defensif, sakit hati, takut, atau terhina.

3. Pasif

Komunikasi yang pasif terjadi ketika individu mengungkapkan pikiran atau perasaan yang mengutamakan kebahagiaan orang lain dan menempatkan dirinya di urutan terakhir. Biasanya, gaya komunikasi ini dilakukan ketika individu merasa kebutuhannya kurang penting dan jika disampaikan pun akan sia-sia. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari konflik karena sudah mempercayakan kepada orang lain.

Terdapat berbagai karakteristik pada perilaku komunikasi ini, seperti sulit bertanggung jawab, sulit mengambil keputusan, cenderung ikut-kutan, menolak pujian, meminta izin pada hal yang tidak perlu, atau menyalahkan orang lain. Beberapa komunikasi non-verbal yang menyertai, seperti suara yang dilembut-lembutkan, bicara dengan ragu, serta menghindari kontak mata.

4. Pasif-Agresif

Gaya komunikasi pasif-agresif terdapat pada individu yang tampak pasif, tetapi tetap secara tidak langsung melampiaskan emosinya. Gaya komunikasi ini bahkan dapat menjadi gangguan kepribadian pasif agresif. Biasanya individu akan mengungkapkan kemarahannya melalui penundaan, lupa, sengaja tidak bekerja dengan benar, tidak dapat diandalkan, dan lain-lain.

Karakteristik perilakunya tidak hanya berupa sarkas, tetapi juga sering mengeluh, merajuk, menggurui, dan bergosip. Bentuk perilaku non-verbalnya adalah gestur tubuh atau ekspresi wajah yang menyebalkan. Contoh perilaku pasif agresif adalah sengaja mengabaikan, tidak memberikan pendapat, mengabaikan, atau hanya bicara sendiri dibanding berusaha menghadapi masalah. 

Individu juga mungkin akan menghentikan suatu perilaku karena ia merasa perilaku tersebut tidak memberikannya hadiah, melainkan hukuman. Dengan kata lain, semua perilaku yang mendatangkan manfaat atau merusak merupakan tingkah laku yang dipelajari. 

Salah satu tokoh yang memiliki kontribusi dalam perkembangan aliran psikologi behavioristik adalah John Broadus Watson. Beliau adalah pelopor teori behaviorisme yang terkenal setelah Thorndike. Watson menyampaikan bahwa stimulus dan respons yang terjadi harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati atau observable serta bersifat objektif dan eksperimental. 

Menurut Watson, perubahan yang mungkin terjadi dalam proses belajar dapat diabaikan dan dianggap sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Hal ini bukan berarti faktor tersebut tidak penting, melainkan proses mental saja tanpa adanya perilaku konkrit sulit menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.

Dalam teori Watson, hubungan berantai sederhana antara stimulus dan respons dapat membentuk rangkaian kompleks perilaku, yakni pikiran, emosi, pikiran, kepribadian, dan pembelajaran. Artinya, dalam teori ini adanya stimulus dan respons (S-R) sangatlah penting. Terdapat tiga ciri penting dalam teori behaviorisme ini, yaitu sebagai berikut:

  1. Teori ini menekankan pada munculnya berbagai respons melalui pengkondisian sebagai bagian dari perilaku.
  2. Teori ini lebih berfokus pada perilaku yang dipelajari dibanding perilaku yang tidak dipelajari. Hal tersebut menunjukkan bahwa teori ini tidak setuju pada pandangan mengenai perilaku yang bersifat bawaan.
  3. Teori ini berkaitan erat dengan perilaku binatang sebab Watson beranggapan bahwa tidak terdapat perbedaan alami di antara perilaku binatang dan manusia. Oleh karena itu, manusia dapat banyak mempelajari perilaku berdasarkan apa yang dilakukan binatang.

Teori behaviorisme yang disampaikan oleh Watson memiliki keterkaitan dengan ilmu dalam psikologi komunikasi. Sesuai dengan pandangan Watson, suatu perilaku akan didahului oleh rangsangan berupa stimulus dan diikuti dengan reaksi berupa respons terhadap rangsangan tersebut. Konsep tersebut sama dengan komunikasi yang dipelajari dengan sistem stimulus-respons.

Anak yang baru lahir tentunya belum dapat berkomunikasi secara verbal, tetapi anak tersebut tetap dapat berkomunikasi melalui cara-cara seperti menangis, berteriak, atau semacamnya. Misal, anak secara tidak sadar menangis sebagai caranya untuk menyampaikan bahwa ia merasa lapar. Anak tahu bahwa ketika ia menangis, ia akan menarik perhatian orang tua dan dapat memberikannya makanan.

Ketika beranjak dewasa, individu juga mempelajari cara-cara bicara, ekspresi, mengirim pesan berupa tulisan, dan bentuk komunikasi lainnya seiring berjalannya waktu. Adanya timbal balik dalam komunikasi juga merupakan hasil dari proses stimulus-respons yang membuat individu belajar untuk melakukan komunikasi dengan benar dan menghindari cara komunikasi yang keliru.

Kemudian, terdapat pula salah satu konstruk psikologis bernama perilaku komunikasi. Perilaku ini merupakan konsep yang membuat setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan perasaan, kebutuhan, dan pikirannya sebagai pengganti dari cara komunikasi yang terbuka. Dengan kata lain, komunikasi yang dilakukan lebih menggunakan pesan tidak langsung.

You may also like