Kesehatan mental tampaknya akhir akhir ini mulai menjadi sorotan masyarakat. Dimana masalah keluarga, masalah dari kegiatan di sekolah, ataupun lingkungan masyarakat banyak menuntut juga menekan individu secara prikis. Dari sinilah kesehatan mental menjadi pencarian solusi.
Melihat sejarah perkembangan mental yang ada, kita dapat lihat pada masa primitive jika mulai ada nayangan tentang adanya gangguan mental. Hanya saja di saat itu masyarakat yang masih kental pemahamannya tentang makhluk gaib menganggap adanya gangguan mental dikarenakan seseorang tengah dirasuki oleh makhluk halus, bukan karena adanya masalah dari dalam diri seseorang tersebut.
Kemudian hadirlah masa dimana masyarakat mengenal pendekatan naturalisme. Roh dandewa bukan lagi anggapan yang mempengaruhi adanya gangguan mental seseorang, melainkan karena adanya keterkaitan dari alam yang mempengaruhi gangguan mental dan fisik sesorang.
Pada tahun 1783, mulai hadir adanya pengobatan dan studi penelitian mengenai kesehatan mental yang dilakukan oleh Benjamin Rush di Amerika. Hingga akhir abad 18 dengan gencar menulis artikel di koran, ceramah, hingga mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan kesehatan mental dan mampu mendirikan rumah mental untuk mendukung dan memotifasi seseorang yang mengalami gangguan mental.
Setelah melalui waktu yang pajngan, di awal abad ke 19 organisasi organisasi formal yang membahas mengenai kesehatan mental mulai berdiri. Pelayanan pada pasien yang mengalami gangguan mental pada awalnya dilakukan dengan kasarpun mulai dipertimbangkan dan dikaji ulang untuk tetap memanusiakan manusia.
Beers, seseorang yang pernah menjalani perawatan di rumah sakit mental selama dua tahun, berpendapat jika gangguan mental dapat disembukan. Secara pribadi Beers merancang program penanganan pasien gangguan mental dengan tujuan :
- Mereformasi program perawatan dan pengobatan terhadap pengidap penyakit jiwa;
- Melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap yang positif terhadap para pasien yang mengidap gangguan atau penyakit jiwa;
- Mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan obat gangguan mental;
- Mengembangkan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental.
Gagasan Beers diambut hangat oleh masyarakat dan para ahli kesehatan mental yang ada. Gagasan tersebut akhirya dipopulerkan dengan nama “Mental Hygiene” oleh Adolf Meyer. Setelah Perang Dunia I, semakin banyak orang yang mengalami gangguan mental, dan perkembangan Kesehatan Mental meluas pada bidang pendidikan, industry, kesehatan masyarakat, kerja social, dan juga kriminologi. Dan hingga saat ini perkembangan kesehatan mental terus bertambah di muka bumi ini.
Sudut pandang Islam pun memiliki perkembangan kesehatan mentalnya sendiri. Pada abad ke 8 masehi, atau tepatnya tahun ke 15 hijriyah semangat kaum muslimin untuk mengadakan semangat berislam secara menyeluruh dalm kehidupan sehari hari untuk mensejahterakan baik moral maupun priritual masyarakat yang ada. Semangat membangun adanya pembelajaran mengenai kesehatan mental dalam pandangan islampun hadir dan berkembang dengan pandangan ilmu pengetahuan yang didasarkan oleh pengetahuan islam.
WHO atau World Health Organization menyebutkan jika dalahm kehidupan sehari hari, terdapat setidaknya satu dari empat orang yang terkena gangguan mental. Tercatat pula sekitar satu juta orang bunuh diri setiap tahunnya, hal ini tentu saja membutuhkan perhatian masyarakat luas, termasuk butuhnya perhatian masyarakat Indonesia.
Penanganan penderita gangguan mental yang ada di Indonesia ada beragam cara. Mengingat Indonesia memiliki banyak kultur dan kepercayaan, banyak keluarga penderita gangguan mental lebih memilih untuk mengobati pasien kepada ahli spiritual alih alih ahli kesehatan mental. Para ahli luar negeri menyayangkan penanganan yang didapatkan pasien, namun karena banyanya ahli kesehatan mental di Indonesia tidak tersebar rata menjadi permasalahan tersendiri.
Banyaknya gangguan mental yang mungkin terjadi, riset menunjukkan terdapat 6% penduduk Indonesia mengalami depresi dan kecemasan, sedangkan untuk gangguan jiwa berat sebanyak 1,7%. Tentu saja agka tersebut adalah jumlah yang tidak dapat kita abaikan begitu saja. Dimana kebanyakan penderita gangguan mental terdapat pada kalangan muda sebagai wajah bangsa dimasa depan.
Penderita gangguan mental di Indonesia mulai melonjak ketika adanya musibah sunami di Aceh. Anak anak yang kehilangan orang tuanya merasa terpukul yang mengalami banyak gangguan kesehatan salah satunya disebut dengan Skizofrenia. Penyebab skizofrenia sendiri ada beragam, selain karena adanya tekanan mental dapat juga dikarenakan turunan genetic dari orang tua.
Banyak penelitian menyebutkan jika hubungan orang tua dan anak menjadi salah satu alasan adanya perkembangan mental. Dimasa pertumbuhan anak, tentu saja anak memerlukan adanya kasih saying, perhatian, juga kepedulian orang tua. Ketua Komisi Perlundungan Anak Indonesia sendiri menyebutkan jika kekerasan kepada anak dilakukan oleh orang tua kandungnya sebanyak 70% yang menyebabkan pengalanman traumatis kepada anak. Tekanan mental pada anak lainnya disebabkan oleh adanya bullying di sekolah, perekonomian, perang, lingkungan social, dan musibah alam.
Dari pemaparan yang telah dijabarkan diatas kita ketahui jika terdapat banyak alasan untuk adanya tekanan mental pada masyarakat sekitar. Pemerataan ahli di bidang psikologi perlu mendapat perhatian lebih oleh pemerintah untuk sejahteraan mental masyarakat Indonesia. Perlu juga kita pahami jika mengatasi permasalahan mental perlu penanganan pihak yang menguasai permasalahan yang ada, agar kondisi pasien benar benar pulih dan kembali bersemangat melanjutkan kehidupnnya.