Seseorang yang memutuskan menikah ketika masih di bawah umur biasanya akan sangat rentan terkena gangguan kesehatan mental. Menurut penelitian dalam Journal Pediatrics menyebutkan bahwa remaja yang memutuskan menilah ketika usianya masih dibawah 18 tahun akan lebih berisiko mengalami gangguan kesehatan mental.
Remaja yang belum mampu menekan ego dan emosinya malah akan berdampak buruk dalam kehidupan mereka pasca menikah. Akibatnya, pertengkaran akan sering terjadi dan akan memengaruhi sisi psikologis mereka.
Akibat dari konflik itu, akan saya jelaskan sedikit mengenai dampaknya pernikahan dini pada anak remaja dibawah umur terhadap sisi psikologisnya
Depresi adalah faktor yang bisanya sering terjadi kepada pasangan yang menikah di usia dini. Emosi mereka yang labil, pemikiran mereka yang belum matang, tanggung jawab berat yang harus di emban, serta biaya kebutuhan rumah tangga yang tidak sedikit akan membuat mereka stres. Hal-hal yang harusnya belum semestinya mereka rasakan di usianya yang belum cukup malah akan membuat mereka depresi karena tidak tahu harus bagaimana mengatasi masalah-masalah tersebut.
Pengalaman dan pengetahuan tentang kehidupan rumah tangga yang sedikit, serta rasa masih ingin main-main terhadap dunia luar menjadikan mereka mengalami gangguan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan.
Adanya tekanan yang mengharuskan remaja laki-laki supaya menjadi kepala rumah tangga yang baik serta dapat menafkahi anak istrinya dengan baik juga akan memengaruhi kondisi psikologisnya. Ia yang bahkan belum bisa mencari pekerjaan yang mapan akan berisiko membuatnya amat tertekan. Umur yang masih belia serta strata pendidikan yang belum selesai akan membuatnya kesulitan mendapat pekerjaan. Hal itu akan menambah rasa tertekan dan depresi untuk mereka.
Remaja perempuan juga biasanya ditekan supaya bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik. Harus bisa mengurus suami dan rumah. Serta di tekan agar bisa segera memiliki anak, padahal kenyataannya di umur yang masih belia, mengandung dan melahirkan merupakan hal yang cukup riskan bagi remaja perempuan. Semua itu tidak lah mudah, tanggung jawab itu terlalu berat mereka emban di usianya yang belum matang dan belum siap untuk membina sebuah rumah tangga yang baik dan sehat.
Tekanan demi tekanan yang mereka terima justru malah menambah beban pikiran yang sebenarnya belum saatnya mereka tanggung. Bukannya mendukung dan membantu mereka untuk mengatasi berbagai masalah yang harus dilewati sebagai pasangan muda, tapi dari berbagai pihak malah lebih senang menyudutkan mereka dengan mengatakan dan mengharuskan mereka melakukan ini dan itu.
Remaja yang belum memiliki kesiapan terutama dalam segi mental dan psikisnya dapat menjadikannya seseorang dengan kepribadian yang kasar, baik ucapan maupun tindakannya. Biasanya, ketika mereka tidak bisa mengontrol emosinya, hal itu akan mereka lampiaskan kepada pasangan dengan memaki dan berani melakukan tindak kekerasan kepada pasangannya(KDRT).
Atau mungkin, pada suatu kasus tertentu, pasangan akan melampiaskan amarahnya pada minuman keras dan perjudian yang membuatnya menjadi kecanduan. Jika sudah begitu, dapat dipastikan setiap pasangan suami istri muda itu memiliki masalah, mereka bukannya mencari solusi dari masalah tersebut, tapi malah mengalihkannya pada hal yang tidak baik seperti terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, kecanduan alkohol, dan kecanduan bermain judi.
Untuk seukuran anak-anak yang masih remaja, biasanya waktu mereka lebih banyak dihabiskan untuk bermain dan belajar. Jarang sekali mereka menambahkan waktunya untuk bekerja mencari uang—misalnya untuk remaja laki-laki— dan membersihkan rumah serta memasak di dapur—bagi perempuan— kalaupun iya, tidak banyak waktu yang mereka habiskan untuk melakukan hal itu.
Maka dari itu, ketika mereka berada dalam suatu ikatan pernikahan yang belum semestinya terjadi, mereka akan kewalahan dalam mengatasi segala peristiwa yang terjadi ketika sudah menikah. Adanya perbedaan besar yang terjadi ketika sebelum dan sesudah menikah akan membuat mereka mengalami gangguan kecemasan serta depresi, karena sulit dan bingungnya bagaimana mencari solusi untuk mengatasi masalah yang sangat asing dan baru bagi kehidupan mereka.
Dampak dari adanya pernikahan dini adalah membuat remaja kehilangan jati dirinya. Mereka yang seketika dunianya berubah setelah menikah tidak akan sama lagi dalam bertindak dan melakukan sesuatu sesukanya. Rasa kaget dan belum memiliki kesiapan akan membuatnya menjadi pendiam, sering memendam masalah, lebih mudah emosi, atau mungkin berubah menjadi nakal sebab mencoba untuk berontak terhadap hidupnya.
Dari dampak-dampak yang saya paparkan pada penjelasan di atas mengenai pernikahan dini dari segi psikologis—walaupun tidak semua dan sempurna penjelasannya— kita akan tetap mudah untuk mengambil sebuah kesimpulan bahwa pernikahan dini yang terjadi pada anak remaja dibawah umur merupakan tindakan yang salah dan tidak dianjurkan untuk dilaksanakan. Sebenarnya ada banyak masalah yang akan ditimbulkan bagi anak yang dinikahkan pada usia dini, bukan hanya dari sisi psikologisnya sama akan tetapi juga dari sisi kesehatan, sosial dan ekonomi. Jadi, dari pada menikahkan mereka pada usia yang belum saatnya, akan lebih baik kalau membiarkan mereka belajar dan mengejar impiannya terlebih dahulu, serta ajarkan kepada mereka bahaya melakukan hubungan seksual. Hal itu akan dapat mengatasi tidak terjadinya pernikahan dini.
Fobia merupakan ketakutan yang dialami oleh manusia namun sudah dalam tahap sulit untuk dikendalikan dan…
Menikmati pemandangan alam dan menikmati udara yang menyejukan menjadi salah satu yang bisa kita rasakan…
Ada berbagai jenis dan juga tipe dari phobia atau rasa cemas, dan ketakutan berlebihan. Faktanya…
Berbicara mengenai fobia ataupun mengatasi rasa takut yang dialami oleh seseorang ada banyak sekali jenis…
Istilah Somniphobia atau dikenal dengan nama hypnophobia merupakan rasa takut yang berlebih saat seseorang jauh…
Berbicara mengenai fobia, ada beberap jenis fobia yang dikenal ditengah masyarakat. Misalnya fobia ketinggian, fobia…